Minggu, 29 Juli 2012

Surat Wasiat / Bahsan


BAB I
PENDAHULUAN
Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupanya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selamamanusia masih hidup di dalam masyarakat, dia mempunyai tempat di dalam masyarakat disertai dengan hak hak dan kewajiban terhadap orang atau anggota lain dari masyarakat itudan terhadap benda benda yang berada dalam masyarakat itu. Manusia dalam perjalanan hidupnya di dunia ini mengalami tiga peristiwa penting,yaitu:waktu ia dilahirkan,waktu ia kawin dan waktu ia meninggal dunia Pada umumnya setiap orang mempunyai hak untuk membuat surat atau akta wasiat,yang di dalamnya terkandung kemauan terakhir dari pihak yang membuatnya dan halini boleh di cabut kembali selama dia (si pewasiat) masih hidup.Dasar hukum pelaksanan wasiat dapat dilihat dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2)ayat 180.Artinya:
”Diwajibkan atas kamu,apabila seseorang diantara kamu kedatangan(tanda tanda) maut,jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu bapak dankarib kerabat secara ma’ruf,(ini adalah) kewajiban atas orang orang yang bertaqwa.”
Jika harta warisan yang ditinggalkan oleh pewasiat jatuh kepada pihak lain yang sama sekali bukan ahli warisnya,atau permasalahan dari segi jumlah harta yang diwasiatkan ,seringkali menimbulkan persoalan diantara para ahli waris dengan yang bukan ahli waris,akan tetapi sesuai surat wasiat,orang yang bukan ahli waris tersbut mendapat harta wasiat.Maka dalam agama Islam ada hukum wasiat,syarat syarat wasiat,dan cara pelaksanaan wasiat,agar terhindar dari pertikaian dan dilaksanakan dengan dasar taqwa kepada Allah SWT.Walaupun wasiat berdasarkan Hukum Islam adalah salah satu tugas pokok atau wewenang Peradilan Agama (pasal 49 Undang Undang No 3 Tahun 2006),namun diantara3
 
 perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama jarang sekali bahkan hampir tidak ada yang diselesaikan melalui Pengadilan Agama,mungkin karena wasiat dianggap perbuatan baik,dan tidak diperlukan akta sebagai alat bukti nilai objektif.Wasiat yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dimuat dalam Bab V Pasal 194-209.Ketentuan wasiat yang diatur di dalamnya menyangkut mereka yang berhak  berwasiat,jenis jenis wasiat,hal hal yang boleh dan tidak boleh dalam wasiat.4











PEMBAHASANA

 Pengertan Wasiat Menurut pengertian bahasa umum:pesan.Sedang menurut istilah Syariah ialah:Pesanterhadap sesuatu yang baik,yang harus dilaksanakan sesudah seseorang meninggal.Atau tindakan seeorang terhadap harta peninggalannya yang disandarkan kepada keadaan setelah meninggal.Kata wasiat disebut dalam Al Quran seluruhnya sebanyak 25 kali. Dalam penggunaannya ,kata wasiat berarti :berpesan,menetapkan dan memerintah (QS,al-Anam,6:151,152,152,al-Nisa’,4:132), mewajibkan (QS.al-Ankabut,29:8,Luqman,31:14,al-Syura,42:13,al-Ahqaf,46:15), dan mensyariatkan  (Al-Nisa’4:11). Dengan pengertian istilah,Sayid Sabiq mengemukakan :Pemberian seseorang kepada orang lain,berupa benda,uang atau manfaat,agar si penerima memiliki pemberian itu setelah si pewasiat meninggal. Satu pendapat mengemukakan bahwa wasiat adalah pemilikan yang disandarkan pada sesudah meninggalnya si pewasiat dengan jalan
tabarru’ 
(kebaikan tanpa menuntut imbalan)Pengertian ini untuk membedakan wasiat dengan hibah.Jika hibah berlaku sejak si pemberi menyerahkan pemberiannya,dan diterima oleh yang menerimanya,maka wasiat berlaku setelah sipemberi meninggal.Ini sejalan dengan definisi Fuqaha’Hanafiyah:Wasiat adalah tindakan seseorang memberikan hak kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik berupa benda atau manfaat secara sukarela (tabarru’),yang pelaksanaannya ditangguhkan setelah peristiwa kematian orang yang memberi wasiat.Fuqaha (ulama fiqih ) Malikiyah,Syafiiyah dan Hanabilah memberi definisi yang lebihrinci; yaitu “suatu transaksi yang  mengharuskan si penerima wasiat berhak  memiliki 1/3 harta peninggalan si pemberi setelah meninggal,atau mengharuskan penggantian hak 1/3 harta si pewasiat kepada penerima”.

Kompilasi Hukum Islam mendefenisikan wasiat sebagai berikut: Pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia ”(Pasal 171 huruf f KHI) Di dalam terminology hukum perdata positif,sering disebut dengan istilah
testament 
.Namun demikian ada perbedaan perbedaan prinsipil antara wasiat menurut Hukum Islam dengan testament,terutama yang menyangkut criteria dan persyaratannya.Kompilasi mengambil jalan tengah ,yaitu meskipun wasiat merupakan transaksi tabarru’,agar  pelaksanaannya mempunyai kekuatan hukum,perlu ditata sedemikian rupa,agar diperoleh ketertiban dan kepastian hukum.Karenanya tidak ada dalam syariat Islam sesuatu wasiat yang wajib di lakukan dengan jalan putusan hakim.Supaya tidak terjadi kesalah pahaman,wasiat hendaknya tertulis bila mampumenulis.Sebab bagi ahli waris yang tidak menyaksikan wasiat itu dapat menemukan data,dan untuk menjaga penyalahgunaan,(HR.Bukhari dan Muslim).Waspat tidak boleh lebih dari 1/3dari harta yang ditinggalkan,setelah selesai dikeluarkan biaya pelaksanaan jenazah dan melunasi utang-utangnya.(HR.Bukhari dan Muslim).Atau jika pewasiat tidak dapat menulis ,hendaknya ia mendatangkan dua orang saksi laki-laki yang adil,dipercaya dan jujur untuk menyaksikan wasiat yang ia berikan kepada orang yang ia tunjuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar